Rabu, 10 April 2013

SUKU KAJANG


BAB I PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

    Saya memasukkan tulisan kelompok pkn saya karena saya ingin berbagi pengetahuan dengan teman-teman yang lain. Ini merupakan tugas kelompok dari guru PKN saya. semoga setelah membaca blog ini kalian bisa mendapatkan pengetahuan lebih yang lebih. amin.. O:) :)
   Suku Kajang merupakan salah satu suku tradisional, yang terletak di Sulawesi Selatan, tepatnya sekitar 200 km arah timur kota Makassar. Daerah kajang terbagi dalam 8 desa, dan 6 dusun. Namun perlu diketahui, kajang di bagi dua secara geografis, yaitu kajang dalam (suku kajang, mereka disebut “tau kajang”) dan kajang luar (orang-orang yang berdiam di sekitar suku kajang yang relative modern, mereka disebut “orang-orang yang berdiam di sekitar suku kajang yang relative modern, mereka disebut “tau lembang”). Daerah kajang luar adalah daerah yang sudah bisa menerima peradaban teknologi seperti listrik, berbeda halnya dengan kajang dalam yang tidak dapat menerima peradaban, itulah sebabnya di daerah kajang dalam tidak ada listrik bukan hanya itu apabila kita ingin masuk ke daerah kawasan ammatoa (kajang dalam) kita tidak boleh memakai sandal hal ini dikarenakan oleh sandal yang dibuat dari teknologi. Bukan hanya itu bentuk rumah kajang dalam dan kajang luar sangat berbeda. Di kajang luar dapur dan tempat buang airnya terletak di bagian belakang rumah sama halnya dengan rumah-rumah pada umumnya, tidak seperti dengan kajang dalam (kawasan ammatoa) yang menempatkan dapur dan tempat buang airnya didepan. Hal ini dikarenakan pada zaman perang prajurit kajang sering masuk kerumah penduduk untuk mencari makan itulah sebabnya dapur dan tempat buang air kecilnya ditempatkan didepan rumah bukan hanya itu agar prajurit juga tidak melihat anak dari pemilik rumah karena prajurit beranggapan apapun yamg berada di dalam rumah itu adalah miliknya.

   Daerah Kajang juga terkenal dengan hukum adatnya yang sangat kental dan masih berlaku hingga sekarang. Mereka menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal moderenisasi, kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Mungkin disebabkan oleh hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya yang selalu bersandar pada pandangan hidup adat yang merekayakini.
     Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi Mayarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Kesamaan dalam bentuk wujud lahir, menyikapi keadaan lingkungan, utamanya kelestarian hutan yang harus di jaga keasliannnya sebagai sumber kehidupan. Oleh karena itukami membuat makalah ini untuk meneliti kehidupan di salah satu desa yang ada di kajang yaitu desa Lem’banna.

B.    PERMASALAHAN

1.      Bagaimanakah sejarah singkat suku kajang?
2.      Dimana letak suku kajang?
3.      Jelaskan tentang rumah adat suku kajang!
4.      Jelaskan tentang pakaian adat suku kajang!
5.      Jelaskan adat suku kajang!
6.      Apa saja tempat wisata yang terdapat?
7.      Bagiman bahasa daerahnya?
8.      Bagaimana alat music suku kajang?
9.      Jelaskan tarian derahnya!
10.  Bagaimana lagu daerahnya?
11.  Apa semboyan dan pepatahnya?
12.  Apa mitos-mitos suku kajang?
13.  Jelaskan tentang makanan khas suku kajang!

BAB II PEMBAHASAN


II.1 SEJARAH SINGKAT SUKU KAJANG

Di tengah-tengah maraknya aksi pembalakan liar oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab akhir-akhir ini, melihat praktek hidup Suku Kajangatau yang juga disebut masyarakat adat Ammatoadalam melestarikan kawasan hutannya seolah-olah memberi secercah harapan bagi kelestarian lingkungan alam. Masyarakat adat Ammatoa yang hidup di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, mengelola sumberdaya hutan secara lestari, meskipun secara geografis wilayahnya tidak jauh (sekitar 50 km) dari pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan Kabupaten Bulukumba. Hal ini disebabkan oleh hubungan masyarakat adat dengan lingkungan hutannya didasari atas pandangan hidup yang arif, yaitu memperlakukan hutan seperti seorang ibu yang harus dihormati dan dilindungi (Suriani, 2006).
Gapura untuk memasuki kawasan adat Ammatoa Suku Kajang
Secara geografis dan administratif, masyarakat adat Kajang terbagi atas Kajang Dalam dan Kajang Luar. Masyarakat Adat Kajang Dalam tersebar di beberapa desa, antara lain Desa Tana Toa, Bonto Baji, Malleleng, Pattiroang, Batu Nilamung dan sebagian wilayah Desa Tambangan. Kawasan Masyarakat Adat Kajang Dalam secara keseluruhan berbatasan dengan Tuli di sebelah Utara, dengan Limba di sebelah Timur, dengan Seppa di sebelah Selatan, dan dengan Doro di sebelah Barat. Sedangkan Kajang Luar tersebar di hampir seluruh Kecamatan Kajang dan beberapa desa di wilayah Kecamatan Bulukumba, di antaranya Desa Jojolo, Desa Tibona, Desa Bonto Minasa dan Desa Batu Lohe (Aziz, 2008).
Namun, hanya masyarakat yang tinggal di kawasan Kajang Dalam yang masih sepenuhnya berpegang teguh kepada adat Ammatoa. Mereka memraktekkan cara hidup sangat sederhana dengan menolak segala sesuatu yang berbau teknologi. Bagi mereka, benda-benda teknologi dapat membawa dampak negatif bagi kehidupan mereka, karena bersifat merusak kelestarian sumber daya alam. Komunitas yang selalu mengenakan pakaian serba hitam inilah yang kemudian disebut sebagai masyarakat adat Ammatoa (Widyasmoro, 2006).
II.2 LETAK SUKU KAJANG
            Masyarakat adat suku Kajang terletak di Kabupaten Bulukumba, provinsi Sulawesi Selatan. Bulukumba merupakan sebuah kabupaten yang berada di ‘kaki’ Pulau Sulawesi, kurang lebih 200 km arah selatan Kota Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan.
II.3 RUMAH ADAT SUKU KAJANG
          Rumah adat suku Kajang berbentuk rumah panggung, tak jauh beda bentuknya dengan rumah adat suku Bugis-Makassar. Bedanya, setiap rumah dibangun menghadap ke arah barat. Membangun rumah melawan arah terbitnya matahari dipercayai mampu memberikan berkah.\

II.4 PAKAIAN ADAT SUKU KAJANG\
       Hitam merupakan sebuah warna adat yang kental akan kesakralan dan bila kita memasuki kawasan ammatoa pakaian kita harus berwarna hitam. Warna hitam mempunyai makna bagi Mayarakat Ammatoa sebagai bentuk persamaan dalam segala hal, termasuk kesamaan dalam kesederhanaan. tidak ada warna hitam yang lebih baik antara yang satu dengan yang lainnya. Semua hitam adalah sama. Warna hitam menunjukkan kekuatan, kesamaan derajat bagi setiap orang di depan sang pencipta. Kesamaan dalam bentuk wujud lahir, menyikapi keadaan lingkungan, utamanya kelestarian hutan yang harus di jaga keasliannnya sebagai sumber kehidupan. Oleh karena
II.5 ADAT SUKU KAJANG
ADAT PERKAWINAN
    Dalam hal perkawinan, masyarakat adat Kajang terikat oleh adat yang mengharuskan menikah dengan sesama orang dalam kawasan adat. Jika tidak maka mereka harus hidup di luar kawasan adat, pengecualian bagi pasangan yang bersedia mengikuti segala aturan dan adat-istiadat yang berlaku di dalam kawasan adat. Hal tabu lainnya adalah memasukkan barang-barang buatan manusia yang tinggal di luar kawasan adat serta pengaruh maupun bentuk-bentuk lainnya ke dalam kawasan adat (Adhan, 2005: 283)

II.6 TEMPAT WISATA
                        Tanah adat Kajang dengan budayanya yang khas menjadi tempat wisata di Kab.Bulukumba. Pusat kegiatan komunitas suku Kajang berada di Dusun Benteng, yang ditandai dengan kehadiran rumah Ammatoa, sang pemimpin adat yang selalu didatangi oleh para pengunjung untuk mempelajari tentang suku kajang.

II.7 BAHASA DAERAH SUKU KAJANG
Bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Kajang adalah Bahasa Makassar yang berdialek Konjo.

II.8 ALAT MUSIK SUKU KAJANG
      Dua buah alat musik Basing yang merupakan sebuah alat musik tiup dari bambu menyerupai suling. Musik Basing ini biasa ditampilkan setelah upacara pemakaman pada suku Kajang di Sulawesi Selatan. Dokumentasi ini dibuat pada rangkaian kegiatan rekaman Program Seri Musik Indonesia Volume 18 "Sulawesi: Musik untuk Festival; Pemakaman dan Iringan Kerja" di Dusun Janaya Desa Tana Toa Kec. Kajang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan September 1996. Produksi ini menghasilkan audio dalam bentuk CD dan kaset yang diterbitkan oleh Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia bekerjasama dengan Simthsonian Institution.

II.9 TARIAN SUKU KAJANG
Pabitte Passapu
Tarian ini merupakan pesta adat Suku Kajang. Ini adalah tradisi Suku Kajang, yaitu mengadu ikat kepala.

II.10 SEMBOYAN DAN PEPATAH SUKU KAJANG
·         Kamase-mase yaitu kesederhanaan

II.11 MITOS SUKU KAJANG
·         Jika ada orang luar yang masuk ke dalam wilayah suku kajang, serta tidak meminta izin lalu melakukan hal-hal yang tidak wajar maka akan di kenakan doti pada orang tersebut. Doti semacam bacaan yang dapat menimbulkan kematian.
·         Menurut mitos di sana, burung kajang adalah cikal bakal manusia yang dikendarai oleh To Manurung sebagai Ammatoa maka dari itulah daerah tersebut disebut dengan “SUKU KAJANG”
·         Larangan membuat rumah dengan bahan bakunya adalah batu bata. Menurut pasang hal ini adalahpantang karena hanya orang mati yang berada didalam liang lahat yang diapit oleh tanah. Rumah yang bahan bakunya dari batu bata meskipun pemiliknya masih hidup namun secara prisip mereka dianggap sudah tiada atau dalam bahasa kasarnya telah mati, karena sudah dikelilingi oleh tanah.

II.12 MAKANAN KHAS SUKU KAJANG
Salah satu makanan khas suku kajang ialah nasi dengan empat warna. Delapan buah sesaji yang telah dipersiapkan mulai disusun di bilik di tepi sawah. Sesaji berupa nasi empat warna, lauk pauk, buah-buahan ini diberkati oleh Ammatowa dalam upacara Rumatang. 
Pada upacara adat makan siang di tepi sawah ini mempunyai syarat tertentu. Nasi yang dipersiapkan harus dari beras hitam. Karena jenis beras inilah yang pertama kali dapat ditanam oleh leluhur mereka. Upacara makan siang dilanjutkan dengan meminum sejenis minuman keras khas Sulawesi Selatan yang disebut "ballo"


BAB III PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Suku Kajang merupakan suku yang masih memegang teguh ritual adatnya hingga saat ini. Meskipun sekarang sudah banyak suku pedalaman yang meninggalkan ritual adatnya. Suku kajang juga merupakan suku yang sangat tidak bisa menerima perubahan meskipun hanya sedikit. Mereka menganggap perubahan itu melanggar hukum adat yang di buat oleh nenek moyang mereka.
Suku unik, alami, sederhana, alam yang masih asri, hutan yang masih terjaga, dan lain-lain, menjadikan kajang adalah salah satu faforit wisata budaya. Salah satunya yang membuat terhambatnya wisata kesana adalah, ketakukan orang luar memasuki kajang. Karena mendengar orang kajang sendiri orang akan takut akan “dotinya”, semacam sihir dan kekuatan ghaib yang bisa mematikan. Selain itu, “tau kajang” sendiri agak tertutup dengan orang-orang luar.

III.2 SARAN
·         Sebagai warga masyarakat Sulawesi selatan, kita harus melestarikan budaya suku kajang ini.
·         Masyarak suku kajang harus tetap menjaga apapun yang telah di sediakan tuhan di dalam alam
·         Dengan megetahui kebiasaan suku kajang yang sangat sederhana, kita juga tidakboleh serakah pada alam

1 komentar:

  1. Salam kenal...
    Ada satu perkataan lama dari suku Kajang yg perlu dibetulin serta ertinya.
    Bisa kah anda bantu?

    BalasHapus